Andai dulu

Betapa cepat kehidupan bergerak. Adapun aku yang lamban dan suka termenung ini kerapkali sulit menyesuaikan langkah dengan takdir.

Mardanafin
2 min readFeb 22, 2022

Tarik nafas yang dalam, dan lepaskan. Ingat sejak tadi pagi Matahari terbit, hingga malam ini ditemani Bulan. Apa saja yang sudah kau lewatkan.

Apakah kita penjahat yang tidak tahu kemana harus pergi? Apakah kita penjahat yang ingin mati dengan baik-baik saja? Entahlah.

Kau tahu jawabannya. Sampai detik ini pun, aku adalah manusia yang belum bertemu makna hidup.

Aku mengenal seseorang yang terus saja mengejar dan mengidolakan seseorang yang tidak punya tujuan hidup. Aku bertanya kepadanya, “Bisakah kau melupakan dia walau sejenak?” Justru dijawab dengan pertanyaan balik, “Bagaimana caranya?”

Kemudian aku bertanya lagi, “Kenapa kau begitu mengejar dia yang bahkan tidak tahu kenapa dia dihidupkan di dunia?” dan dia menjawab, “Aku akan membuatnya punya tujuan.”

Aku bahkan sampai heran melihat semangatnya. Dia tidak ingin menyerah. Benar-benar tidak akan menyerah. Aku melihat dia sendiri sejak dahulu ditinggal, tidak diperhatikan, namun cita-citanya tetap sama dan tidak berubah; ingin membuat orang itu kembali punya tujuan.

Aku ragu apakah dia akan berhasil.

Kini aku tinggal sendiri dalam sebuah kamar. Membuatku merenung. Tadi suasana masih ramai dan biasa saja. Namun kini menjadi sepi dan sendiri. Betapa cepat kehidupan bergerak. Adapun aku yang lamban dan suka termenung ini kerapkali sulit menyesuaikan langkah dengan takdir.

Apa saja yang telah kau lakukan?

Entahlah. Aku tidak sungguh sadar apa yang aku lakukan. Tujuan saja aku tak punya. Bagaimana aku bisa menyadari pilihan yang aku buat?

Bicara tentang pilihan. Kau sudah tahu, bahwa sejak kecil, banyak pilihan dalam hidupku ditentukan oleh orang-orang disekitarku. Banyak pilihan yang aku buat berdasarkan rasa takutku nanti tidak diterima orang, nanti dimarahin orang, nanti membuat malu keluarga, dan nanti-nanti yang lainnya.

Sampai pada akhirnya aku dewasa, dan aku pun kehilangan tentang apa yang menjadi anugerah terbesarku. Dan aku meramal anugerah itu akan terlambat aku sadari, karena sedari dulu aku terus saja mengejar sesuatu yang membuat orang suka, padahal bukan yang aku butuhkan.

Andai saja sedari dulu aku keras kepala dengan apa yang aku cita-citakan. Andai dulu aku berani mengatakan ‘tidak’. Andai dulu aku tidak mengikut saja kata orang. Andai dulu aku tidak terbuai pujian-pujian dan tepuk tangan orang yang melihat aku berhasil pada bidang yang bukan aku senangi.

Andai sedari dulu aku menjadi diriku sendiri. Dan sekarang semua sudah terlambat

hari ke-67

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Mardanafin
Mardanafin

No responses yet

Write a response