Masih Bertanya
Sudah aku lakukan, sudak sejak dahulu aku lakukan. Hasilnya tetap sama, aku masihlah tersesat dalam sandiwara. Aku masih menjadi “pelakon”, aku tidak mampu dan berani melepas sandiwara ini.
“Terbuang dari kehidupan”, itu kalimat yang pernah aku dengar dari seorang stand-up comedian. Dia bilang, komika itu adalah orang yang terbuang dari kehidupan.
/// Bisa saja aku salah menangkap ucapan tersebut. Namun, yang aku yakini kira-kira itulah maksudnya. Mereka awalnya terbuang, tidak punya arah, kemudian menemukan jalan dan tujuannya di atas panggung.
/// Masih lebih beruntung mereka, yang akhirnya menemukan tujuannya. Mereka menikmati pilihan mereka menjadi penghibur, sangat menikmati sampai melupakan sejenak bahwa ia juga manusia yang pasti memiliki tangis dan pilu dibalik kata-kata lucu.
/// Mungkin setelah penantian panjang, dari awalnya merasa menjadi manusia yang terbuang dari kehidupan, kini menjadi sesuatu yang kalau dinilai dari mata orang-orang adalah status yang cukup. Meski pekerjaan tersebut adalah aktivitas yang berisiko, kadang sepi terkadang ramai. Ya, wajar saja sebetulnya, yang namanya rezeki tentu tidak selalu naik terus.
/// Tetapi sekali lagi, masih lebih beruntung mereka. Akhirnya menemukan sesuatu yang mereka perjuangkan, menjadi seseorang yang berguna, bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga, mereka mandiri.
/// Amat berbeda dengan diriku ini. Lihatlah, aku terbuang dari kehidupan. Hingga sekarang pun masih terbuang. Aku tidak tahu, bahkan untuk mendefinisikan siapa diriku, aku belum mampu.
/// Aku masih tidak tahu siapa nama lengkapku. Still don’t know my name. Secara filosofis tentunya. Maksudnya, aku masih belum menemukan sesuatu yang mendefinisikan keaslianku.
/// Sampai sekarang aku masih terasa seperti memalsukan diri sendiri supaya diterima di lingkungan. Mungkin kau bertanya-tanya, “Separah itukah dirimu? Seperti ada rahasia besar saja.”
/// Tidak, ini bukan rahasia yang seperti kau kira. Bahkan ini tidaklah cocok dikatakan rahasia. Aku hanya sedang mencari jati diri. Aku ingin punya waktu lebih untuk mengaktualisasi. Aku ingin kerahkan waktu dan pikiran dan tenaga untuk menemukan “diriku”.
/// Mungkin kau akan bilang, “Kau ini banyak pikiran saja, cobalah jalani hidup ini cukup seperti manusia pada umumnya”.
/// Ya, sudah aku lakukan, sudak sejak dahulu aku lakukan. Hasilnya tetap sama, aku masihlah tersesat dalam sandiwara. Aku masih menjadi “pelakon”, aku tidak mampu dan berani melepas sandiwara ini.
/// Muncul beberapa pertanyaan dalam kepalaku. (1) Apakah aku belum cukup sabar untuk penantian ini? Komika tadi bisa bertemu setelah penantian panjang, mungkin aku butuh lebih lama lagi, dan usaha lebih keras lagi. (2) Apa memang hidup ini adalah sandiwara, dan aku terpaksa memakluminya. Takdir, sesuatu yang tidak akan pernah mampu aku lawan.
/// Pertanyaan itu memburu datang dari kepala, dan yang menjadi korbannya adalah hatiku. Hei pikiran, kau yang bekerja, kenapa hatiku yang jadi menderita.
/// Hari ke-65
