Pertanyaan kedua
Media Sosial.
Bagiku, bahagia itu, ya sudah, bahagia saja, simpan dan nikmati dalam hati, dan meyakini, besok-besok kebahagiaan itu akan hilang berganti kesedihan.
Aku terlalu banyak membuka jejaring sosial. Melihat unggahan teman-teman di Whatsapp dan Instagram. Mereka terlihat bahagia, dan aku senang. Di sisi lain aku terhenyak, bahwa kenyataanku tidaklah seindah foto-foto mereka.
Kenapa semua orang terlihat sangat bahagia di media sosial ya, keluhku dalam hati. Perasaan hidupku tidaklah sebahagia itu. Dan bila aku bahagia, sepertinya aku tidak seekspresif itu menunjukkannya ke orang-orang. Bagiku, bahagia itu, ya sudah, bahagia saja, simpan dan nikmati dalam hati, dan meyakini, besok-besok kebahagiaan itu akan hilang berganti kesedihan.
Cepat atau lambat, hanya soal waktu perubahan nasib akan berlaku. Beruntunglah mereka yang selalu siap menghadapi perubahan dengan bersyukur. Kalau susah mereka bersabar, kalau senang mereka bersyukur. Sangatlah simpel, namun melakukannya tak semudah mengucapkannya.
Aku bertanya ke teman di sebelahku, “Kenapa ya semua orang terlihat bahagia di media sosial?”. Dengan logat jawa ngapak-nya temanku menjawab, “Ya iyalah, orang kan mau tampil menarik di mata orang-orang.”
Aku terlalu banyak membuka Instagram, berharap ada yang mengirimkan pesan, atau sesuatu yang bisa “membuatku bahagia”. Sampai aku bingung sendiri. “Apa sih yang benar-benar membuat aku bahagia?”. Apakah perhatian dari orang-orang? Pujian? Pengakuan? Apakah uang yang banyak dan kebebasan finansial? Entahlah. Atau jangan-jangan, pasangan hidup? Entahlah.
Untuk tipe orang sepertiku yang memandang hidup seperti kotoran yang hanyut mengikuti arus, semua mengalir saja, tidak ada yang benar-benar menjadi perhatian dan tujuan utamaku. Terkadang aku ragu pada diriku sendiri, apakah aku ini manusia atau bukan? Karena seringnya aku seperti tidak punya emosi, istilah ribetnya: less emotional. Seperti tidak ada yang benar-benar mempengaruhi diriku, semua lewat saja tanpa cela. Aku seperti “tidak punya perasaan.”
Aku memang sudah curiga sejak lama, ini bukanlah pertanda baik, namun justru adalah pertanda ada yang aneh dalam saraf-saraf cara aku berpikir dan memandang kehidupan. Aku sudah sejak dulu mengira ada penyakit di sini, di kepala dan di hatiku. Sesuatu yang membuatku selama ini terus mencari dan mencari, tak kunjung bertemu solusi. Memaksaku membaca banyak buku namun semua seakan kosong; apa yang aku baca tak ada bekasnya.
Padahal, bila dilihat dari luar, hidupku adalah hidup yang normal. Aku mengerjakan kewajibanku di lingkungan dengan baik. Teman-teman dan guru tidak pernah merasa aku adalah “sampah”. Aku punya cukup uang untuk makan, minum, dan sedikit menghibur diri dengan jalan-jalan menyusuri kota. Tapi semua seakan berbalik lagi: semua kosong saja tanpa bekas.
Yah, mungkin aku berlebihan menilai diri sendiri. Mungkin seharusnya yang aku lakukan adalah bukan memikirkan ini dan menjadi risau pada sesuatu yang tidak-tidak. Seharusnya aku melangkah saja terus, mengayunkan kaki ke mana takdir akan membawa. Mungkin aku terlalu banyak berpikir. Mungkin aku lupa bahwa bahagia bukan dipikirkan, tetapi dirasakan.
Mungkin juga aku terlalu banyak bermain media sosial. Sehingga mulai membanding-bandingkan diri dan tidak puas dengan yang sudah ada saat ini. Aku mungkin kehilangan makna jika terus-terusan mencari sesuatu yang mustahil diraih. Sebaiknya aku kurang-kurangilah melihat-melihat cerita orang di jejaring sosial itu.
Dan juga untuk tulisan ini, biarlah ia berada sebagaimana mestinya, tidak perlu di share-share dan berharap dibaca orang. Tidak usah. Tidak perlu. Biarkan saja tulisan ini terletak rapi di tempatnya. Menjadi pengingat pribadi saja, kalaupun ada yang tidak sengaja membaca, biarlah ia terbaca dan semoga menjadi manfaat entah dari mana sisi tulisan ini bisa berguna.
Aku harus lebih banyak menyelesaikan konflik dalam diriku sendiri terlebih dahulu sebelum memikirkan yang lain-lain. Mengurus diri sendiri saja belum tuntas, bagaimana akan mengurus orang lain? Apa itu sebutannya? Istri? Pasangan hidup? Masih mustahil bagiku. Setidaknya untuk saat ini.
