Pertanyaan Lagi
Jika menulis bisa mengobatimu, maka menulislah. Tidak perlu memikirkan siapa yang membaca. Kau menulis untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain.
Terkadang aku berpikir, memangnya siapa aku untuk menulis seperti ini? Apa pentingnya aku menulis?
Di sisi lain aku juga berkata pada diri sendiri, “Menulis ya menulis saja, tidak perlu menunggu sampai kamu menjadi ‘sesuatu’, apakah perlu mendapatkan status tertentu terlebih dahulu baru boleh menulis? Tidak, kan.”
Aku mencoba meyakinkan diri sendiri, jika menulis bisa mengobatimu, maka menulislah. Tidak perlu memikirkan siapa yang membaca. Kau menulis untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain.
Sadarilah, yang sedang sakit itu dirimu, yang membutuhkan obat itu adalah kamu. Maka yang paling membutuhkan penyembuhan adalah kamu juga. Lantas, kenapa keberadaan orang lain membuatmu merasa terhalang untuk sembuh?
Lagipula, orang-orang yang kau risaukan itu sebenarnya kau sendiri pun tidak tahu siapa dia dan dimana keberadaannya. Maka, cobalah untuk sedikit egois demi keselamatan dirimu sendiri. Lupakan mereka, dan uruslah dirimu sendiri terlebih dahulu.
Dari dahulu kau sudah menyadari, betapa sering kehidupanmu berada di bawah pandangan orang lain. Keputusanmu, tingkah lakumu, perbuatan dan caramu bergaul, semua ingin kau sesuaikan agar mendapat kesenangan dari orang lain.
Kau seperti “People Pleasure”, terus mengemis untuk mendapatkan perlakuan baik meski itu diluar prinsip hidupmu. Kau bilang seolah kau seperti tidak punya tujuan, itulah karena kau selalu mengikut apa saja kata orang.
***
Aku termenung di ampang pintu, menatap jauh ke arah kerlap-kerlip lamu kota. Terlihat kendaran berlalu-lalang di sana.
Aku merenungkan sesuatu, tentang cepatnya perubahan. Susah-senang silih berganti tanpa bisa ditebak. Kita, manusia, seperti korban yang pasrah saja mengikuti maunya takdir.
Mungkin kau bisa dikatakan bahagia ketika tidak ada yang kau cemaskan. Setidaknya untuk saat ini. Bisa saja besok ketenangan itu sirna, berganti hari-hari berat penuh perjuangan.
***
Baru berjalan 2 hari, komitmen menulis ini saja sudah membuatku merasa terbebani. Mungkin butuh kesabaran, aku ragu, apa aku bisa sesabar itu? Apakah kegiatan ini akan bertahan atau berhenti di tengah jalan? entahlah.
Di saat ingin menulis, banyak saja yang hendak ditulis. Ketika buntu, rasanya ingin berhenti saja.
Terkadang aku bingung dengan diriku sendiri. Kemarin aku bersemangat menulis, sampai membuat komitmen harus menulis terus selama 70 hari. Tapi hari ini aku malah bingung, mulai meragukan bahkan mulai berpikir berhenti.
